Asal Mula Gresik


Kota kelahiran saya, Gresik, lagi ulang tahun. Saya mau kasih kado postingan ini untuk kota tercinta. *halah, wong ngado kok ndak bondho, he2…*

Melacak asal usul nama Gresik adalah satu hal yang sangat menarik. Banyak ditemukan penuturan tradisional berupa tradisi lisan, babad, serat, syair (macapat), yang kadang tidak dapat diterima oleh akal sehat, sehingga sulit dikaji secara akurat.

Namun sumber tersebut dapat dijadikan studi komparatif dengan sumber lain yang historis. Berikut adalah beberapa sumber sejarah yang berhubungan dengan nama Gresik.

  • Babad Hing Gresik menyebut Gresik dengan nama “Gerwarase”.
  • Prasasti Karang Bogem tahun 1387 M memuat nama “Gresik” dalam Bahasa Jawa Kuno.
  • Bangsa Cina yang pernah mendarat di Gresik pada awal abad ke-15 M, mula-mula menyebut “T’Se T’Sun” artinya perkampungan kotor, beberapa tahun kemudian berubah sebutan menjadi “T’Sin T’Sun” artinya kota baru.
  • Bangsa Portugis ketika pertama kali mendarat di Gresik tahun 1513 menyebutnya dengan ucapan “Agace” tertulis “Gerwarace”.
  • Bangsa Belanda awalnya menyebut “Gerrici” kemudian dalam banyak dokumen tertulis menjadi “Grissee”. Sampai sekarang tulisan ini dapat dilihat pada sebuah kantor dagangnya di Kampung Kebungson Gresik.
  • Serat Centini sebuah karya sastra tengah pertama abad ke-19 M menyebut nama “Giri-Gresik”.
  • Bangsa Arab menyebut “Qorrosyaik”, satu perintah dari seorang nahkoda kapal pada anak buahnya untuk menancapkan sesuatu yaitu jangkar sebagai tanda kapal telah berlabuh.
  • Solihin Salam menyebut nama “Giri-Isa” ungkapan dari kata Giri berarti bukit, sedangkan Giri-Isa atau Giri-Nata berarti Raja Bukit untuk menyebut penguasa Giri-Gresik.
  • Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java berpendapat bahwa sebutan Gresik berasal dari kata “Giri-Gisik” berarti tanah di tepi laut (pesisir). Giri-Gisik kemudian berubah menjadi Giri-Sik, akhirnya Gresik.

Dari berbagai sebutan itu dan menurut hikayat yang berkembang di masyarakat, yang menarik adalah sebutan “Giri-Gisik”, karena bahasa pribumi jawa yang menunjuk adanya bukit (Giri) dan pantai (Gisik), ciri yang sungguh serasi benar dengan fisik lokasi Gresik. Giri-Gisik dalam percakapan sehari-hari, akhirnya berubah menjadi “GRESIK”.

cerita lucu

Suatu saat di dalam kelas kesenian sedang dilangsungkan diskusi seru seputar perkembangan film Indonesia. Pak dosen memberi prolog bahwa saat ini industri film Indonesia sedang dalam gairah-gairahnya.

Yang jadi persoalan untuk didiskusikan adalah bagaimana kualitas film Indonesia saat ini diukur dari ide, kreativitas, tawaran-tawaran barunya, tematiknya, dan lain-lain.

Maka terjadilah perdebatan seru seputar analisis, kritik dan apresiasi film Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa banyaknya film yang diproduksi bukan indikator kemajuan film Indonesia.

Ada juga yang berpendapat bahwa bagaimanapun banyaknya film yang sudah diproduksi merupakan bukti kemajuan film Indonesia.

Mahasiswa yang lain berpendapat meskipun film Indonesia saat ini banyak sekali, namun semua tak berkualitas, “Masa gak ada bedanya film sama video klip,” katanya. Wah pokoknya seru sekali perdebatan saat itu.

Namun, ada satu mahasiswa yang dari awal diskusi hingga akhir tampak bengong saja seperti enggan terlibat dalam diskusi.

Pak dosen bertanya: “Anton, dari tadi kamu kok diam saja. Apa kamu nggak suka dengan film Indonesia?”

“Nggak, Pak.”

“Lho, kenapa?”

“Nggak ada teksnya, Pak. Kalau film barat kan ada teksnya.”